Saturday, May 14, 2011

TRUN AROUND STRATEGY

Dari beberapa email yang masuk ada yang memiliki pertanyaan yang sama yang akan saya jawab sebagai artikel.Kita membahas kasus. Untuk perusahaan ( anggap bisnis resto ) yang sudah dibangun antara 2 - 3 tahun tapi ternyata kurang memberi omzet yang menguntungkan/ menggembirakan, maka perlu didiagnosa dan analisa penyebabnya.
Kadang kita tidak menyadari bahwa sebetulnya masalah bukan datang dari luar, tapi justru dari dalam intern sendiri. Masalah organisasi misalnya perlu didiagnosa dahulu sebelum kita menyalahkan hal lain.

Coba kita analisa intern dulu

ORGANISASI
Banyak perusahaan yang sebetulnya secara konsep bisnis sudah OK, tapi ternyata pengelolaan organisasinya yang bermasalah. Terutama aturan main organisasi untuk bisnis kecil seperti resto langsung ada di tangan owner. Owner mungkin sudah menunjuk manager operasional outlet yang tetap saja harus bekerja detail by detail atas instruksi dari owner. Termasuk jika owner menerapkan ada aturan main denda kepada karyawan jika ada yang datang terlambat, atau ada yang salah input harga, atau pecahkan piring tidak sengaja, dan kesalahan lain lain.  Mungkin maksud owner ingin menanamkan disiplin kepada karyawannya agar bekerja sebaik mungkin dan sesuai prosedur agar zero mistake. Apakah sebaliknya juga ada jika ada karyawan yang selama setahun tidak pernah terlambat, atau selama setahun tidak pernah salah prosedur kerja atau sering mendatangkan pelanggan baru, apakah prestasi tersebut juga direspon dengan reward atau penghargaan uang khusus? Kalau tidak maka organisasi memberlakukan hukum yang tidak positif. Hanya menekankan punishment tetapi tidak memberlakukan reward. Saya yakin pasti frekuensi turn over karyawan sangat tinggi karena merasa tidak aman dan nyaman dengan pekerjaannya

PUNISHMENT Vs REWARDS
Tapi hal punishment denda uang ini kurang kondusif untuk bisnis service. Dalam bisnis service seperti resto biasa untuk segmen umum rasanya standard gaji karyawan setara waiterpun tidak terlalu besar. Bayangkan kalau karyawan sudah membayangkan kalau salah ini itu lalu gajinya dipotong 2-3x denda yang mungkin bulan ini dia bisa lakukan, maka tinggal sisa berapa take home payment-nya. Padahal dengan gaji yang diterima sekarangpun setelah dikurangi makan, transport, cicilan motor, pengobatan dokter, kasih orang tua dll itupun masih kurang. Dengan kondisi psycologis seperti itu, apa mungkin seorang karyawan bisa memancarkan aura "service oriented" di wajahnya? Yang ada mungkin malah aura takut bekerja ,takut ini itu salah, padahal dalam bisnis service unsur spontanitas service dalam bertugas sangat penting. Misalnya inisiatif manager outlet memuji anak pelanggan yang lucu, waiter dengan cara tutur kata yang menarik menawarkan makanan menu terbaru, bagi waitress bisa memuji kecantikan pelanggan, dengan senyum lebar dan gestur yang sopan. Hal hal spontanitas yang positif ini hanya bisa keluar jika dalam hati juga sudah merasa nyaman dengan kerjanya. Dia tidak akan merasa nyaman jika dihantui "potongan denda" atau mendapat sugesti pengaruh emosional dari temannya yang sudah mendapatkan penalti denda. Ingat ini kerja team work, jadi bukan hanya aura positif yang ditularkan tapi juga aura negatif yang dirasakan satu orang, bisa berpengaruh pada aura anggota team lain. Bahkan karyawan yang kecewa bila dia coba mempengaruhi mindset teman temannya bisa menjadi virus yang pelan pelan menggerogoti perusahaan.

KEWENANGAN MANAGER
Memang tidak ada jaminan kalau denda ini dihapuskan maka lantas karyawan berkerja secara sembarangan karena toh tidak ada sanksinya. Sanksinya tentu saja tetap manager yang mengawasi satu persatu anggota organisasi lain setiap bulannya. Sanksi bisa diterapkan sewajarnya, misalnya kalau uang di kasir kurang 200rb dari hitungan mesin kasir, maka kita hukum secara team mereka harus kumpulkan 200rb untuk menutup kekurangan. Masih fair untuk karyawan dan selanjutnya mereka akan saling jaga agar kejadian kurang/ hilang uang tidak terjadi lagi.
Manager sebagai perwakilan owner di bisnis harusnya memang mendapat "tempat terhormat" di mata karyawan. Bukan hanya title manager tapi seluruh karyawan tahu bahwa manager tersebut tidak ada kewenangannya untuk bertindak atau mengambil keputusan.  Maka penghormatan karyawan kepada manager seperti ini akan beda dengan manager yang memang dikuasakan penuh kewenangan owner. Wibawanya, perintah yang dikeluarkannya, meeting yang dipimpinnya, dokumen yang ditanda tanganinya, akan lebih jadi berbobot jika karyawan tahu dengan jelas bahwa dia betul manager yang dikuasakan owner, bukan hanya "manager boneka". Maka perlu kebijaksanaan dari owner untuk memberikan kepercayaan penuh kepada manager operasional. Seharusnya bisa diberikan kepercayaan penuh karena manager diseleksi, dipilih langsung oleh owner. Tentu saja sebelum manager terpilih bertugas harus jelas dulu batasan batasan mana keputusan yang bisa diambil sendiri dan mana keputusan yang harus didiskusikan dahulu bersama owner.
Manager juga bertanggung jawab atas seluruh member organisasi dibawahnya,  tugasnya menstandarisasi service skill setiap karyawan dan memberi teguran sesuai hierarkhi struktur organisasi dan hukuman yang pantas jika ada pelanggaran.

KEBIJAKAN BUDAYA PERUSAHAAN
Membentuk mental positif karyawan bukan dengan mengembangkan rasa takut, justru harus dengan "rasa memiliki". Cara Owner atau manager sebagai wakil owner  menimbulkan "rasa memiliki" ini kepada karyawan bisa dengan didengar pendapatnya, kadang kita hanya perlu memberi reward tanpa punishment, misalnya jika omzet sampai di angka Rp.50juta per bulan maka ada bonus 2% omzet yang dibagikan rata kepada setiap karyawan. Secara logika pasti seluruh team kerja akan berusaha kejar omzet minimal tersebut dan dengan sendirinya memperkecil kemungkinan salah prosedur karena ingin bekerja sebaik mungkin. Penekanannya bukan di denda tapi justru di bonus. Bahkan acara gathering misalnya ke pantai rekreasi bersama dengan owner dan manager dalam suasana informal bisa mengikat kebersamaan yang lebih kuat dan positif.
Budaya menghargai dan bukan budaya hukuman ini yang harus diimplementasikan di outlet jika ingin bisnis maju ke depan secara cepat. Prospek bisnis bagus tapi perangkat kerja di dalamnya tidak bisa mengimbangi kebutuhan organisasi yang efektif dan produktif maka akan susah memenuhi target.

RE-CONCEPT
Jika terbukti bahwa setelah organisasi diperbaiki dan memang belum juga ada perbaikan, maka baru arahkan perbaikan di strategi bisnis. Mulai dari cara marketing, promo, co branding dan cross selling bahkan merubah brand dan re-image jika dibutuhkan. Secara analisa produk mungkin harga jual produk juga terlalu tinggi atau analisa variasi produk menu yang memang kurang diminati diganti dengan yang lebih menjual. Perbaiki konsep interior room mungkin biar lebih fresh setelah 2 tahun. Memang jika hasil analisa sampai pada keputusan harus diredesign kembali secara major maka akan dibutuhkan biaya investasi yang cukup besar. Dengan hasil bisnis yang 2 tahun sudah berjalan tapi belum menghasilkan omzet optimal maka kebanyakan owner pasti segan untu re-invest kembali karena ada trauma dananya tidak kembali modal. Untuk memfokuskan upaya turn around ini bisa saja bagi resto yang sudah buka lebih dari satu outlet bisa fokus dulu di satu outlet di daerah pasar paling potensial sebagai role model .
Dikembangkan sampai mantap menjadi pola bisnis outlet resto yang menguntungkan, baru dikembangkan di outlet outlet lain

MITRA SHARING SAHAM
Karena misalnya alasan ruko sewa masih misalnya ada 3 tahun lagi dan bisnis yang ada tidak mungkin ditutup begitu saja karena walaupun belum booming tapi sudah cukup dikenal di kawasan sekitar outlet, maka perlu dipertimbangkan adanya melibatkan mitra investor luar yang tertarik bergabung sebagai owner resto. Jika sudah ada investor mitra, maka re born resto baru harus betul betul dijalankan dengan konsep bisnis yang lebih fresh dan dijalankan dengan organisasi lebih handal dan budaya perusahaan yang lebih positif.  Bagaimanapun pengalaman 2 tahun mengelola outlet resto yang kurang berhasil pasti membawa pelajaran penting bagi owner. Jika perlu gunakan jasa konsultan bisnis agar tujuan bisnis lebih terarah dan lebih cepat tercapai. Seperti kisah INUL VIZTA karaoke keluarga yang awalnya di tahun 2005 hanya ingin survive sebagai outlet karaoke keluarga yang sedang bangkrut di kelapa gading yang masih 3 tahun masa sewanya, tapi karena artis Inul Daratista mengambil alih kepemilikan dan dukungan konsep turn around strategy , positioning, differensiasi dan segmentasi yang tepat , organisasi yang kuat juga member karyawannya memenuhi spesifikasi skill dibutuhkan, ditambah edukasi yang efektif maka dari sekedar ingin bertahan hidup,ternyata bahkan dapat opportunity bisnis lebih besar yang  di 2011 sudah mencapai lebih dari 50an outlet.
Demikian sebagai pandangan. SEMANGAT SUKSES ( Mirza A. Muthi )



No comments:

Post a Comment