Satu fenomena yang nyata terjadi di dunia kerja adalah karyawan yang paling cerdas, paling unggul, mungkin yang paling dharapkan bisa jadi penerus Anda dalam membangun dan mengembangkan perusahaan/ usaha, justru akhirnya keluar dan mendirikan usaha yang sama yang pada akhirnya malah jadi kompetitor kuat perusahaan Anda. Lalu apakah ini wajar atau beretika?
Kasus nyata yang terjadi contohnya,
banyak konter kebab brand baru yang sekarang lahir banyak ditemui konternya di
pinggir jalan, rata rata lahir dari karyawan yang pernah kerja di BR Kebab
sebagai pionir konter kebab franchise. Brand Ayam Fried Chicken di
konter/outlet yang banyak kita temukan juga rata rata lahir dari karyawan
lulusan brand Fried Chicken yang ternama dan dikenal sebagai pionir. Station TV
swasta banyak lahir dari bekas bekas karyawan level manager bagus jebolan TV
nasional dan TV swasta pertama di Indonesia. Perusahaan pengiriman
barang/ paket itu lahir dari bekas karyawan pos perusahaan nasional. Semuanya
begitu. Pun dalam kasus brand franchise, seperti perusahaan Karaoke keluarga
icon artis banyak lahir dari manager handal bekas kerja di outlet karaoke tsb
dan pasti dibuat atas permintaan oleh investor investor/ franchisee perusahaan
karaoke keluarga icon artis yang dangdut terkenal itu. Pada saat bisnis sudah
sangat prospektif dan menjadi industri, maka akan banyak sekali pihak yang
berusaha membuka produk/jasa yang sama untuk tidak kehilangan peluang bisnis
tsb.
Sama halnya dengan karyawan, sebut
si B yang kita rekrut dari awal dididik, pelan pelan ilmunya makin bertambah,
skillnya makin baik, bisa memahami proses kerja perusahaan secara keseluruhan,
posisinya makin naik, maka sudah jadi fitrahnya jika si B berpikir kalau
sewaktu waktu si B bisa bikin bisnis ini sendiri dan mendapatkan penghasilan
yang lebih baik. Mungkin maksud dia bukan untuk jadi kompetitor usaha perusahaan
induk semangnya, tapi lebih kepada memperbaiki taraf hidupnya dan status
sosialnya. Dan karena usaha ini yang dia kuasai prosesnya dari hulu ke
hilir ya yang terpikir di dia pasti bikin usaha sendiri yang sejenis dengan
usaha perusahaan induk semangnya ini. Itu sudah hal yang alami. Semua orang
pengen jadi boss atas usahanya sendiri, bukan terus jadi karyawan. Tapi dari
pihak bapak sebagai owner perusahaan bisa antisipasi hal ini dengan mengajak
bicara terbuka dan menjadikan karyawan bagus tadi sebagai mitra bisnis, bukan
lagi sebagai karyawan tapi sebagai pemilik usaha yang masih berafiliasi dengan
merk bapak. Misal dibukakan Toko Ritel A dengan pembagian saham antara si B dan
manajemen kantor pusat toko ritel A. Atau tetap kerja di perusahaan A dengan
posisi Direktur dan diberikan saham perusahaan, bukan hanya gaji, dst. Maka ada
istilah karyawan bagus itu adalah asset tapi sekaligus juga boom waktu.
Tergantung bagaimana perusahaan bisa memantain si pekerja potensial ini dan
membangun hubungan kerja mutualisma. Yang penting si B tidak jadi kompetitor
dengan membuka semacam brand Toko A sendiri. Yang perlu perusahaan bangun
adalah suasana menghargai dengan selayaknya dan sepantasnya, iklim kerja,
perhatian, pemikiran ide ide spontan cerdas yang selalu jadi solusi masalah dan
hal hal lain selain hanya masalah teknis proses kerja.
Menghargai dengan layak, misalnya
memberi gaji sesuai dengan kontribusinya ke perusahaan. Kenyataannya memang
perusahaan harus membedakan antara upaya menjaga karyawan yang jadi asset
perusahaan dengan memperlakukan karyawan yang hanya jadi beban cost perusahaan.
Adil bukan berarti gaji sama rata tapi digaji sesuai jasanya ke perusahaan.
Mungkin diberi kesempatan pengembangan diri berupa kenaikan posisi jabatan
sehingga dirasakan ada jenjang karier seiring berjalannya waktu. Kesempatan
mendapatkan pelatihan/ training diluar dengan kewajiban mengajarkannya kembali
ke teman teman kerjanya di perusahaan. Buat karyawan unggul ini merasa berguna
dan dibutuhkan di perusahaan, maka hal tsb juga akan menghalangi niat ybs untuk
segera keluar pindah kerja di tempat lain.
Diluar hal tsb, perusahaan memang
harus mengusahakan beberapa bibit unggul di kalangan karyawan. Jangan terlalu
menggantungkan nasib perusahaan pada hanya 1 (satu) orang karyawan saja
walaupun dia handal. Karyawan unggul bisa dibentuk, dan itu adalah tugas SDM
dept dan para manager satuan unit kerja. Buat suasana kompetisi sehat diantara
karyawan dan selalu sampaikan bahwa loyalitas adalah bagian penting dari penilaian
karakter karyawan. Jadilah seperti mentor dan membuat ikatan bathin yang
kuat dengan karyawan unggul. Hal hal emosional seperti ini juga bisa
menimbulkan ikatan pribadi yang kuat agar karyawan unggul enggan untuk
pindah dari perusahaan atau dibajak pihak/ perusahaan lain.
SEMANGAT SUKSES
(Mirza A.Muthi)