Thursday, December 23, 2021

Menghargai adalah Kunci Komunikasi

Bagaimana dua orang bisa saling komunikasi? Tentunya jika yang satu berbicara maka yang lainnya mendengar. Lalu yang mendengar memberi respond balik gantian yang lainnya mendengar. Seperti arus bolak balik. Semakin sering frekuensi bolak balik ini terjadi, maka secara prinsip komunikasi sudah terjadi. Lalu bagaimana agar komunikasi bolak balik ini bisa kondusif? Tentunya diawali dengan rasa saling menghargai, maka isi pembicaraan, pemilihan kata dan susunan kalimat, nada dan intonasi bicara , bahkan gestur saat bicara akan mengikuti semuanya positif. Jika awal komunikasi disampaikan secara positif maka insha Alloh respond baliknya juga akan ditanggapi secara positif. Jika penerima juga punya sikap menghargai maka seharusnya komunikasi akan berlangsung dengan kondusif, hangat dan sesuai dengan tujuan dilakukannya komunikasi tsb.

Tapi jika komunikasi tidak diawali dengan sikap menghargai, maka yang terucap cenderung intimidasi, kemarahan, penghinaan, kritikan pedas, perintah keras dan semacamnya. Pilihan dari penerima pesan semacam ini juga apakah dia lebih baik diam menerima saja atau ikut berespond balas keras juga. Akibatnya bukan komunikasi positif yang terjadi tapi malah terjadi konflik bicara bahkan bisa berpotensi mengawali jenis konflik yang lebih fisik atau melukai hati. Komunikasi yang tidak didasari dari adanya rasa menghargai kepada lawan bicara dipastikan akan tidak akan menuju hasil yang diharapkan. Bahkan jika pimpinan yang sedang berniat menegur staffnya pasti bertujuan agar pasca komunikasi staff akan memperbaiki cara kerjanya dan tidak mengulangi kesalahan kerjanya. Bahkan jika ada suami ingin menegur istrinya bertujuan agar pasangannya lain kali bisa lebih paham maksud keinginannya. Bahkan jika ada orang tua ingin mengajarkan anaknya harus dengan cara yang lebih mendidik dan bersahabat agar anak bisa menyerap dengan iklas dan positif. Bahkan pemilik mobil yang mobilnya tidak sengaja ditabrak pemotor ingin komunikasinya kondusif agar ada win win solution mengenai biaya perbaikan kendaraan. Setiap komunikasi yang diawali dengan rasa menghargai lalu baru disampaikan dengan etika yang baik umumnya terlihat dari respond balik di 10 detik pertama. Apabila penerima pesan ini merespond balik dengan etika yang sejenis maka kemungkinan besar akan ada titik temu yang baik dari tujuan komunikasi ini.

Darimana datangnya “rasa menghargai” ini? Misal tadi pemilik mobil harus punya rasa yakin bahwa pemotor yang menyenggol mobilnya tadi sebetulnya tidak sengaja, dan pemotor tadi tidak kabur jadi pasti ada niat baik untuk menyelesaikan masalah. Antara suami istri harus mengingat ingat perjalanan masa pernikahan yang sudah panjang. Apa saja yang sudah diberi oleh pasangannya baik perhatian maupun materil sehingga sedikit saja salah paham tidak akan mengorbankan besarnya nilai pernikahan dan kasih sayang yang sudah dibina selama ini. Pimpinan yang baik tidak hanya pintar memerintah dan marah marah tapi juga pintar menghargai karyawannya yang sudah coba berkontribusi. Selama karyawan masih berkeinginan kuat untuk dibina, diarahkan dan dibimbing untuk lebih baik dan sesuai dengan standard skill dan knowledge kebutuhan perusahaan, maka hargailah agar tidak sampai terlanjur sakit hatinya dan menjadi reject untuk dibina.

Bahkan rasa menghargai bisa membuat seseorang rela menyesuaikan diri dengan lawan bicara. Misalnya seorang berpendidikan S2 pada saat dia berbicara dengan petugas sampah di lingkungannya, dalam rangka menghargai lawan bicaranya, dia tidak menggunakan bahasa bahasa dewa yang tidak dipahami oleh petugas sampah. Dipilihnya kata kata sederhana yang simple lugas namun tetap sopan dan menghormati. Tentu saja tujuannya agar dapat tercipta komunikasi yang mutual. Dengan rasa menghargai juga seorang anak yang sudah mapan berbicara sopan santun merendahkan nada dan kalimat saat bicara dengan ibunya yang sudah sepuh. Menghargai bahwa pencapaiannya sampai sejauh ini pasti tidak lepas dari didikan, pengorbanan dan doa seorang ibu. Seorang istri walaupun sedang di masa susah ekonomi tetap berbicara sesuai adab dan etika suami istri karena menghargai bahwa ada masa masa senang dan bahagia yang sebelumnya sudah diusahakan oleh suaminya dari kerja kerasnya selama ini. Kalaupun saat ini sedang susah pasti bukan karena suami malas berusaha tapi saat ini semua situasinya sedang susah. Tapi keharmonisan komunikasi suami istri tetap dijaga dengan tujuan harmonis menua bersama dalam keadaan susah dan senang.

Demikianlah pentingnya Anda punya rasa empati dan menghargai pada lawan bicara Anda, baru Anda bisa mengadakan komunikasi yang kondusif dan efektif.

SEMANGAT SUKSES (Mirza A.Muthi)

VALUE KOMUNIKASI

Jika kita amati jagoan bulu tangkis ganda sedang berlaga, ada hal krusial yang sangat berbeda dengan single/tunggal. Dalam ganda sangat membutuhkan kerjasama dan kontribusi dari kedua pemain untuk menutup lapangan, mengarahkan kok dan menyerang balik lawan. Harus menjadi partner yang padu dan seimbang dari mulai level of skill, kebugaran fisik, kesehatan mental saat bertanding, persepsi dalam pemahaman komunikasi. Bila tidak ada standard keseimbangan dari unsur tsb diatas, bahkan pemain ganda bisa saja kalah melawan pemain single saat berlaga di lapangan yang sama jika komunikasi antar pemain ganda berantakan. Cara berkomunikasi antar pemain ini harusnya sudah di-standarisasi dulu sebelum mulai bermain. Bahkan situasi hubungan pasca bermain antar pasangan sangat berperan. Jika sedang ada “suasana kusut atau konflik internal berdua” antar pemain ganda, bahkan lebih baik jangan dimainkan atau mengganti salah satunya dengan pemain ganda backup lainnya agar dampak psycologis kisruh internal ini bisa dieliminir saat game dimulai. Memang sangat berisiko tapi lebih baik daripada pasangan unggulan yang sedang tidak connect komunikasinya jadi kalah konyol dari pasangan yang antah berantah, malah akan lebih menyakitkan hati. Kekalahan pada pasangan ganda akan lebih susah recoverynya secara mental karena bisa saja salah satu melemparkan mayoritas penyebab kekalahan pada partnernya dan itu justru makin akan memperlemah ikatan kebersamaan yang tadinya sangat erat.

Menyamakan standard bahasa komunikasi lapangan harus dilakukan sebelum game dimulai, dibantu oleh pelatih. Mungkin dengan “bahasa kode” tubuh, jari dan gestur yang bisa dipahami antar mereka berdua dan itu sebaiknya sudah berlangsung lama tahunan dari game ke game sepanjang karir bulu tangkis profesional mereka. Komunikasi inilah yang menentukan siapa yang menutup lapangan bagian mana dan siapa melakukan serangan dari baris depan atau belakang, sementara partnernya sudah harus bersiap untuk menerima kok balik lagi ke lapangan mereka. Value komunikasi antar mereka harus sama yaitu bekerja sama mencegah lawan mencetak poin dan menambah poin bagi mereka secepat cepatnya. Valuenya harus sama antar pemain agar tercipta irama dan mood main yang produktif dan efesien mencetak poin demi poin sampai game dinyatakan selesai.

Bentuk komunikasi antar pemain ganda sering kita lihat dalam bentuk saling melempar senyum, kontak mata, saling berbisik, saling memberi teriakan semangat, memberi kode jari, bahkan memberi support dengan sentuhan fisik seperti selalu saling menepuk tangan setelah selesai proses setiap poin, entah hanya menepuk bahu dengan tangan atau bahkan raket. Harus ada komunikasi, artinya jika salah satu memberi action komunikasi maka partnernya harus merespond secara positif. Kalau saja sampai ada salah satu mencoba menepuk tangan partnernya tapi partnernya melengos saja, tidak menanggapi atau melewatkan begitu saja dan itu terjadi berkali kali, pasti langsung ada asumsi negatif di benak ; bahwa ada masalah di hati partnernya yang sedang tidak senang dengan situasi saat ini atau bahkan sedang marah pada dirinya. Asumsi demikian sontak bisa membuat irama permainan menjadi kacau karena konsentrasi terpecah dan ujung ujungnya mereka bisa kalah game karena berbagai kesalahan yang dibuat sendiri, bukan karena lawan lebih bagus.

Begitu juga komunikasi antar partner di laga lain lagi, misal suami istri dalam arena rumah tangga. Komitmen jangka panjang dalam sebuah janji pernikahan sangat membutuhkan standard komunikasi yang lebih kompleks dan konsisten. Utamanya diawali dengam “saling menghargai”. Dari rasa saling menghargai ini maka setiap orang akan lebih legowo memaafkan partner hidupnya, menerima apa adanya segala kekurangan, menghargai segala apa yang sudah diusahakan pasangannya walaupun belum sempurna, tidak membuka aib dan kekurangan pasangan di depan pihak luar siapapun termasuk di kalangan keluarga besarnya, legowo memaafkan dan iklas memberi. Pasangan menikah yang diisi suami istri yang salah satunya maunya hanya menerima lalu mengkritik jika pasangannya tidak bisa memberi sesuai standard yang diinginkannya, niscaya umur pernikahannya tidak akan lama. Karena dengan adanya kekecewaan dari salah satunya atau bahkan keduanya akan membuat macetnya komunikasi kondusif antar pasangan. Yang ada isi komunikasinya adalah “saling smash” antar suami istri. Bagaimanapun komunikasi harus seimbang dalam value, tujuannya membina janji pernikahan dan membangun penghargaan dan memupuk kasih sayang sampai maut memisahkan.

Jika kita lihat value diatas semuanya semata justru datang dari tindakan “memberi”, bukan meminta. Memberi perhatian, memberi maaf, memberi penghargaan, memberi bimbingan, memberi semangat, memberi maklum, memberi fisik materi semampunya, memberi peringatan jika pasangannya sedang salah jalan, memberi saran arahan untuk sebuah keputusan, dll. Justru bukan keinginan hanya ingin menerima saja tanpa mau memberi. Apalagi yang sudah banyak menerima tidak pernah menghargai, selalu memgkritik atau merasa kurang, bahkan menyiarkan kemana mana kalau dia selama ini tidak pernah mendapatkan apa apa dari pasangannya sementara kenyataannya dia sendiri tidak pernah memberi apa apa. Jika dari setiap suami istri memiliki hasrat untuk memberi yang terbaik pada pasangannya, justru berlomba lomba memberi yang terbaik bagi pasangannya, diyakini pasti hubungan antara mereka akan sangat kondusif dan menyenangkan. Tapi jika ada salah satu berkomunikasi dengan value yang berbeda dan hanya berorientasi menerima dan tidak pernah ada keinginan memberi, maka dipastikan tidak akan terjadi komunikasi yang baik dan sehat.

Jika Anda pemain ganda, baik dalam bulu tangkis, dalam pernikahan , dalam team kerja , dalam organisasi atau dalam phase kegiatan kehidupan lain, maka hargai pasangan Anda, orientasi pada memberi yang terbaik kepada pasangan dan tunjukanlah dengan value komunikasi yang sama agar pasangan Anda sejalan dan selalu seiring setujuan dengan Anda.

SEMANGAT SUKSES (Mirza A.Muthi)