Monday, September 6, 2021

Diamlah..Biar Hasil Yang Bicara


Hallo para pembaca yang budiman. Mohon maaf obingmitra.com sempat vakum cukup lama dari artikel online karena memang belum ada pertanyaan baru lagi yang masuk ke redaksi. Kita sama sama maklum di situasi pandemic ini fokus semua orang pindah pada mode bertahan. Bisa bertahan hidup dan bertahan memenuhi kebutuhan minimal hidup saja sudah alhamduillah. Maka obingmitra.com juga memutuskan untuk stop tayang dulu sampai tayang lagi Agustus 2021 ini di bulan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam 1 tahun terakhir ini saya banyak bertemu dan berbincang dengan para kepala keluarga , para suami, para bapak, yang kehilangan kemampuannya sebagai tulang punggung keluarga. Ada yang kena PHK, tidak.diperpanjang kontrak, pengurangan gaji sampai 50%, bahkan banyak yang dikejar kejar hutang. Kalau masih beruntung ada beberapa kepala keluarga yang istrinya masih berpenghasilan menjadi backup walaupun tentu masih kurang mencukupi. Lucunya...jika kita bapak bapak kumpul, maka akan jadi sesi curhat antar suami. Biasanya hal ini tidak pernah terjadi. Banyak suami dan bapak yang seakan kehilangan eksistensinya dihadapan istri ataupun anak anak. Dalam beberapa situasi, kepala keluarga jadi seperti kehilangan harga diri.  Per Maret April 2021 lalu, sudah 2 tahun pandemic COVID 19 melanda Indonesia dan dunia. Saat ini banyak orang yang sedang dalam kondisi sejatuh jatuhnya dari segi ekonomi keluarga sampai sampai pihak keluarga besar harus turun tangan membantu dengan segala lika likunya. Ada yang membantu tapi dengan banyak catatan ini itu , omongan yang tidak enak dengan tekanan mental terutama di kepala keluarga. Tapi ada juga keluarga yang membantu sesama keluarga yang lagi susah dengan pengertian yang tinggi,  tetap menjaga kehormatan dan harga diri keluarga yang dibantunya. Kebanyakan manusia memang dinilai dari hasil akhirnya terutama masalah uang. Banyak manusia berperan sebagai Tuhan, menghakimi , memberi predikat negatif dan memberi keputusan bersalah kepada seseorang, bahkan tanpa tahu proses dan latar belakang kenapa orang tsb bisa sampai di situasi seperti ini. Kalau dilihat seseorang sedang miskin atau sedang banyak hutang maka keluarlah analisa sepihak bahwa selama ini dia kurang pintar usahanya, salah atur uangnya, kurang hemat pakai uangnya, kurang keras usahanya, kurang iklas sedekahnya, kurang lurus jalannya, kurang banyak bersyukur, kurang berbakti pada orang tua, bodoh pikirannya, kurang pikir ini...kurang timbang itu...apalagi kalau dia harus menerima bantuan maka si pemberi bantuan seakan jadi punya hak untuk masuk mengatur hidup mereka yang disantuninya. Padahal pilihan tujuan dan jalan hidup setiap orang atau setiap keluarga berbeda beda. Opsinya hanya apa yang dia pikir benar dan baik harus dipaksakan untuk dilaksanakan, berkaca karena saat ini pemberi bantuan masih mapan dan dia si penerima bantuan sudah tumbang. Padahal hal itu belum tentu baik untuk si penerima bantuan. Ada 1000 cara dan jalan sukses dalam hidup tapi Anda dipaksa untuk menjalankan 1 atau 3 cara hidup yang dia arahkan. Yang memberi jadi merasa  kelebihan hak untuk ikut intervensi atur ini rubah itu versi dia dan yang menerima bantuan jadi kehilangan hak untuk berpendapat atau bahkan bicara untuk diri dan keluarganya sendiri. Yang pegang uang yang bisa bicara. Memberi bantuan dan santunan lalu mengatur ini itu dengan dasar selama ini apa yang Anda kerjakan sudah jelas tidak ada hasil yang benar, jadi bicara apapun juga tidak benar.

Belum lagi kita kehilangan dukungan dari orang terdekat, misalnya istri atau anak anak. Karena ketidak mampuan menafkahi lagi di masa pandemic ini, banyak kebaikan sebagai kepala keluarga dan suami dikecil kecilkan dianggap tidak berarti dengan adanya sedikit kesalahan dan kekurangan tidak bisa menafkahi tahun ini dan sebaliknya usaha memenuhi backup  kebutuhan keluarga oleh pasangan yang nyatanya masih lebih kecil dan masih belum lama juga tapi sangat dibesar besarkan. Yang tadinya anak dan istri masih iklas dengan keadaan ini, dimasuki pemikiran pemikiran lain dari keluarga besar yang merubah cara pandang, maka bisa berbalik komplain dengan keadaan, berbalik dari yang tadinya masih bisa terima. Bahkan keadaan sebenarnya dengan keahlian drama queen dari pasangan, bisa diputar balik dan itu seperti kebenaran yang disampaikan keroyokan sekeluarga pada saat Anda duduk di kursi terdakwa dan tidak berdaya untuk membela diri dan tidak punya harga diri lagi sebagai kepala keluarga. Pada dasarnya dalam pengadilan manusia, umumnya kita sangat pintar berperan sebagai jaksa penuntut dan sedikit yang berperan sebagai pengacara pembela. Dengan tuntutan yang diperkuat dengan fakta yang memang ada saat ini maka banyak pihak yang meng-amin-kan bahwa memang Anda adalah orang kalah dan salah, apa yang Anda sudah lakukan selama ini salah apapun alasannya. Yang parah jika Anda sudah bekerja dalam tugas menghidupi keluarga selama 20 tahun dan baru susahnya di 5 tahun terakhir, maka tetap saja disampaikan pasangannya selama 20 tahun tidak memberikan apa apa selain penderitaan. Kadang pasangan kita jika dalam posisi masih mengkontribusi keluarga menggantikan posisi sebagai tulang punggung keluarga bisa juga terlalu over acting sehingga meniadakan eksistensi suami, melupakan pemberian suami dan merendahkan harga diri Anda sebagai suami. Rasanya semua orang bahkan istri Anda saat ini seperti berhak menghakimi dan menghukum Anda. Anda tidak diberi opsi bicara untuk menjelaskan bahwa sudah banyak hal hal baik yang selama ini dilakukan untuk keluarga, kejadian saat ini adalah situasi umum dan kenapa bisa jatuh sampai ke situasi seperti ini selain yang dikejar adalah saat ini Anda punya banyak kebutuhan hidup dan hutang dan semua kebutuhan uang itu ikut memberatkan orang orang/ keluarga  yang jadi harus ikut turun tangan membantu. Padahal selama ini Anda letih berjuang lahir bathin juga hanya untuk keluarga. Seluruh kebaikan yang sudah diusahakan hancur dengan satu musim paceklik.

Lalu harus bagaimana sikap Anda? Sebetulnya Anda masih termasuk beruntung karena ada anggota keluarga besar yang masih bersedia membantu. Maka selebihnya jadikan sabar dan sholat menjadi penolongmu. Ingatlah jika semua pendampingmu, anak dan istri adalah titipan yang diamanahkan ada Anda. Istripun adalah juga hanya titipan Alloh SWT. Jadi Anda juga tidak bisa mengatur bagaimana istri Anda harus bersikap kepada Anda. Harus memihak atau justru menikam Anda sepenuhnya hak istri Anda tergantung dari keimanannya sebagai istri.
Anggaplah sekarang ini Anda adalah pejuang yang sedang berperang. Tidak ada ruang dan waktu untuk bisa tenang, istirahat dan hidup damai sebelum kemenangan tercapai. Tidak perlu pamer juga sudah bagaimana usaha, sabar, doa dan sholat  yang sudah Anda lakukan selama ini, percuma juga. Jangan juga akhirnya terlalu mengharapkan "bantuan gratis" keluarga, istri/suami, kawan kawan dsb karena jarang sekali ada "manusia" bertindak dan memberi tanpa pamrih atau mengorek ngorek " jasa baik ". Jika Anda menerima pertolongan dari mereka, maka lapangkanlah hatimu untuk menerima kenyataan bahwa mau tidak mau Anda harus mengizinkan si penolong masuk intervensi dalam kehidupan Anda. Ringankan saja hati Anda dan selalu doakan mereka yang membantu Anda. Sudah sangat bagus di saat sulit seperti ini masih ada keluarga yang bersedia membantu karena mungkin sebenarnya mereka juga butuh uangnya paling tidak untuk dihemat hemat, tapi karena rasa sayangnya mereka kepada Anda maka mereka turun membantu. Termasuk syukuri istri Anda yang masih bisa menghasilkan uang dan sebisanya backup kebutuhan keluarga walaupun sikapnya kepada Anda sebagai suaminya jadi dingin , kurang hormat dan ringan mulut. Anggaplah jargon bersama saling sayang jaga dan hormati antara suami istri selalu dalam suka dan duka...itu hanya skenario cerita manis di sinetron. Di dunia nyata..kita semua hanya manusia biasa saja dengan ego, keakuan, kebutuhan dan keserakahan yang tinggi. Harus jelas siapa yang bisa disalahkan dan dikorbankan atas situasi yang terjadi.
Intinya setiap bantuan itu Anda harus hargai dengan sabar karena keluarga Anda yang membutuhkan, kecuali Anda cuma hidup sendiri dan tidak menanggung anak atau anggota keluarga lain.

Kalaupun Anda saat itu tidak dibebani kewajiban untuk mengembalikan uang segera sebagai misalnya hutang, tapi paling tidak Anda mungkin saja akan menerima cibiran, cemoohan sebagai konsekuensi paling rendah. Kalaupun tidak langsung disampaikan di depan Anda, di belakang pasti Anda akan jadi topik omongan keluarga dari sisi kelalaian Anda. Anda hanya bisa dengar isyu dari sana sini atau merasakan sikap sinis anggota keluarga terhadap Anda...mungkin saudara saudara Anda jadi menghindar berkomunikasi dengan Anda si pembuat masalah....bersabarlah.

Jadi apakah Anda harus menyalahkan sana sini dan katakan kalau seluruh dunia bersalah kepada Anda? Lebih baik jangan Anda lakukan atau kalaupun Anda lakukan maka Anda akan semakin terlihat sebagai orang yang konyol dan kekanakan. Lebih baik sabar dan iklas.. terima saja karena saat ini memang sedang waktunya Anda di bawah. Kalaupun Anda yang sedang dibawah menerima tekanan dari mereka yang sedang diatas, itu sudah normal dari sifat manusiawi. Termasuk Anda sendiri jika bisa menolong orang mungkin Anda akan pamrih bahwa sewaktu waktu orang yang Anda tolong akan gantian berbaik hati kepada Anda.  Jadi janganlah juga Anda jengkel dan kesal dengan apa yang Anda sedang alami saat ini.  Pasti masih banyak orang lain yang lebih susah kondisinya, lebih menderita suasana batinnya, lebih dekat ke putus asa harapannya dari Anda saat ini. Sekarang ini banyak tutup mulut dulu, menerima dulu dan banyak bersyukur saja untuk saat ini sambil terus persiapkan rencana dan  langkah berikutnya sesuai tujuan perbaikan hidup Anda yang Anda sembunyikan. Kalaupun sekarang Anda dikatakan selalu salah apapun yang Anda kerjakan...tetap diamlah, masuk telinga kanan biar keluar dari telinga kiri. Lebih baik jadi bekas orang salah daripada jadi bekas orang baik. usahakan saja sekuat tenaga perbaikan hasil. Nanti biar pada waktunya nanti hasil yang bicara.

Tidak ada kehidupan ideal seperti apa yang Anda mau. Justru "kekurang sesuaian dengan harapan" dari yang Anda rasakan menjadi ujian keimanan bagi Anda bagaimana menyikapinya. Karena Anda juga bukan manusia sempurna. Dimata orang lain Anda juga banyak kekurangan dan belum memberikan ke-ideal-an sempurna buat orang lain. Tenanglah, nasib Anda saat ini tidak sendiri. Banyak suami, bapak dan kepala keluarga lain yang mengalami situasi rumit yang sama. Menjadi suami dan bapak memang bukan tugas sederhana. Benar kadang masih bisa salah, apalagi salah jadi tambah runyam. Karena suami yang dikenai tanggung jawab paling besar di keluarga maka selalu kekurangannya yang akan lebih dulu terlihat. Karena sifat manusia yang seringkali kurang bersyukur, lebih mudah melihat menilai kekurangan orang dan lebih suka membanggakan peran diri sendiri. Tapi jika semua ujian ini selesai dan Anda selamat bisa bertahan maka Anda sudah jadi seseorang Anda yang baru. Sudah lebih baik jadi bapak, suami, kepala keluarga yang lebih siap untuk mulai menerima suatu amanah titipan besar dari Alloh SWT. Walaupun begitu jika sudah lepas dari kesulitan, tetaplah setia pada istri Anda. Jangan sakit hati kepada dia karena suami memang harus lebih baik, lebih sabar, lebih bijak, lebih logik dan kalau bisa lebih pintar tentunya dari istri. Doakan selalu istri Anda dan tetaplah ridho pada ketentuanNYA agar menjadi amalan pahala buat Anda para suami. Tetap semangat para kawan kawan suami sedulur, badai pasti berlalu. Aamiin Ya Robbal Alamin. 
 
SEMANGAT SUKSES 
(Mirza A.Muthi)

No comments:

Post a Comment